Translate

Alkitab, Problematika


Alkitab merupakan kumpulan dari enam puluh enam kitab yang terpisah. Kitab-kitab ini dipilih, setelah sedikit tawar-menawar dalam Konsili Katolik Kartago pada tahun 397 Masehi — lebih dari tiga ratus tahun setelah ketiadaan Yesus. Kumpulan kitab-kitab ini dibagi menjadi dua bagian utama: Perjanjian Lama, yang terdiri dari tiga puluh sembilan buku, dan Perjanjian Baru yang terdiri dari dua puluh tujuh kitab (sedangkan alkitab Katolik memasukkan kitab-kitab tambahan yang dikenal sebagai kitab-kitab Apokrpa).

Perjanjian Lama berkaitan dengan Allah umat Yahudi, Yahweh, dan dimaksudkan sebagai kitab sejarah umat Israel awal. Sedangkan Perjanjian Baru adalah buah karya para pengikut Kristen awal yang mencerminkan keimanan mereka pada Yesus; dan dimaksudkan sebagai catatan sejarah dari apa yang dilakukan dan diajarkan oleh Yesus.

Komposisi dari berbagai kitab ini diperkirakan sudah dimulai sejak sekitar 1000 SM, dan berlanjut selama sekitar 1.100 tahun. Banyak sumber-sumber lisan yang termasuk di dalamnya. Kisah-kisah yang diceritakan secara berulang dari ayah ke anak, dari anak ke cucu, dari cucu ke cicit dan seterusnya, dan terus menerus direvisi, hingga akhirnya mulai dibukukan oleh berbagai kalangan penulis.

Adapun para penulis ini sendiri masing-masing bekerja di tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda pula, serta dipastikan tidak saling kenal antara satu sama lain. Apa yang mereka kerjakan sebenarnya hanya untuk keperluan internal di lingkungan mereka sendiri dan tidak ada satupun dari mereka yang mengira bahwa ternyata pada suatu ketika, tulisan-tulisan mereka tsb dimasukkan dan menjadi bagian dari kitab suci umat Kristen yang di Indonesia diberi nama "Alkitab."

Tidak ada naskah asli. Bahkan tidak ada satu kitab pun yang bertahan dalam bentuk aslinya. Ada ratusan perbedaan antara manuskrip tertua dari satu kitab dengan kitab lainnya. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa banyak terdapat penambahan dan perubahan, beberapa di antaranya kebetulan sama, atau bersesuaian, karena persamaan tujuan penulisan, lalu dinyatakan sebagai "manuskrip asli" oleh para penulis, editor, dan penyalinnya.

Banyak penulis alkitab yang tidak diketahui identitasnya. Ketika nama penulis disebutkan, nama itu lebih banyak dipilih oleh orang-orang saleh daripada yang diberikan oleh penulisnya sendiri. Keempat Injil, Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, adalah contoh-contoh kitab yang tidak memuat nama-nama penulis yang sebenarnya; nama-nama ini diberikan jauh setelah keempat kitab tsb ditulis. Dan — terlepas dari apa yang dikatakan oleh para penulis Injil — para sarjana Alkitab dewasa ini hampir dengan suara bulat sepakat bahwa tidak ada satupun penulis injil-ijnil kanonik dalam perjanjian Baru yang memang benar-benar merupakan murid Yesus yang sebenarnya, atau sekedar saksi mata atas karya-karya Yesus Kristus.

Meskipun beberapa kitab dalam Alkitab secara tradisional dikaitkan dengan seorang penulis tunggal, banyak yang sesungguhnya adalah karya kolektif dari beberapa penulis. Kitab Kejadian dan injil Yohanes adalah dua contoh kitab yang mengindikasikan keterlibatan dari banyak pengarang.

Banyak tulisan-tulisan dalam alkitab memiliki ciri fiksi. Misalnya, percakapan pribadi sering kali ditulis dengan runut padahal sang penulis sendiri tidak hadir di tempat sebagai saksi mata ketika percakapan dimaksud sedang berlangsung. Percakapan antara Tuhan dan berbagai individu pun dicatat. Bahkan peristiwa prasejarah dinarasikan dengan sangat rinci.

Ketika sebuah cerita dikisahkan oleh lebih dari satu penulis, biasanya akan ditemui perbedaan yang signifikan antara satu sama lain. Banyak kisah — yang dalam konteks aslinya bahkan dianggap oleh umat Kristen sendiri sebagai fiksi — dipinjam oleh para penulis Alkitab, diadaptasi untuk tujuan mereka sendiri, diberikan latar belakang sejarah, lalu dinyatakan sebagai fakta.

Kisah Banjir adalah contoh adaptasi semacam ini. Migrasi dari kejadian paling awal yang diketahui di Sumeria, sekitar 1600 SM, bergerak dari satu tempat ke tempat lain dan akhirnya ke Alkitab, dapat ditelusuri secara historis. Setiap kali cerita itu dikisahkan lagi, akan mengalami perubahan dan penyesuaian untuk berbicara tentang dewa-dewa setempat dan para pahlawan mereka.

Jadi, apakah alkitab adalah karya Allah? Apakah kitab ini merupakan panduan yang valid? Bagaimana kita dapat mengetahuinya?

Jika Alkitab benar-benar karya Allah yang sempurna, yang serba mahakuasa dan pengasih, tentu saja kita berharap ia merupakan karya superlatif dalam segala hal — akurat, jelas, ringkas, dan konsisten secara keseluruhan — dibandingkan dengan apa pun yang mungkin bisa dipahami oleh akal manusia.

Para fundamentalis, pada kenyataannya, menganggap jawabannya adalah benar, alkitab adalah karya Tuhan. Dengan menggunakan argumen melingkar, mereka mengatakan bahwa karena alkitab tanpa kesalahan atau bebas dari inkonsistensi, maka sudah pasti itu merupakan karya Tuhan, dan karena alkitab adalah karya Tuhan, maka ia bebas dari kesalahan atau inkonsistensi. Tampaknya tidak masalah proposisi mana yang didahulukan, karena yang lain dianggap akan mengikuti

Kendati demikian, terlepas dari sudut pandang para fundamentalis, alkitab memang mengandung sejumlah masalah, dan beberapa dari masalah ini benar-benar fatal bagi kredibilitasnya sebagai sebuah kitab suci.

Banyak ayat yang berhubungan dengan kekejaman ditahbiskan oleh Tuhan; dan menurut kesadaran nurani umat Kristen sendiri, ayat-ayat semacam itu tidak layak bagi Tuhan. Beberapa ajaran Alkitab sama tidak masuk akalnya dan tidak mungkin benar karena ajaran-ajaran tsb jelas-jelas tidak dapat diterima akal sehat serta kualitas karakter yang dikaitkan dengan Tuhan. Beberapa pernyataan alkitabiah juga tidak masuk akal karena mencerminkan kepercayaan primitif yang seharusnya didiskreditkan. Akan tetapi iman terhadap berbagai kisah-kisah alkitabiah — kisah-kisah yang penting bagi Kekristenan — nyatanya didiskreditkan oleh banyaknya inkonsistensi dalam alkitab sendiri. Gambaran ini semakin diperumit oleh banyaknya interpretasi yang berbeda dan saling bertentangan yang pada bagian tertentu coba disampaikan oleh orang-orang percaya, yang tulus, dan beritikad baik.

Sementara itu tidak sedikit para pengiman alkitab mengaku mampu sekaligus menawarkan penjelasan untuk hampir setiap masalah alkitab yang terungkap. Pernyataan atau penjelasan seperti itu seharusnya tidak diperlukan. Ini bukan tentang apakah penjelasan mereka dapat dipahami atau tidak, tapi lebih karena Tuhan yang mahasempurna, mahakuasa dan mahapengasih tentu mampu, harus, dan pasti dapat melakukan karya yang lebih baik dari siapapun dalam hal menjelaskan segala interpretasi tulisan pada sebuah kitab suci, sehingga tidak mungkin sebuah kitab suci dianggap mengandung kesalahan. Dasarnya adalah karena kita semua sepakat bahwa apapun yang dikerjakan oleh Tuhan, bila dianggap kurang sempurna, apalagi tidak sempurna, akan memupuskan keyakinan kita terhadap kemahakuasaan dan, atau kesempurnaan-Nya.

Bukti-bukti berikut ini umumnya diangkat dari alkitab sendiri, dan hanya sebagian kecil dari seluruh problematika alkitab yang ada. Catatan yang ada menunjukkan bahwa  mustahil alkitab merupakan karya Tuhan yang mahasempurna, mahakuasa, dan penuh kasih sebagai karya yang literal, lengkap, tanpa salah, dan paripurna. 

Bukti-bukti ini juga menunjukkan bahwa Alkitab bukan kitab yang amat penting, terutama sebagai kitab pedoman iman. Selain itu, karena alkitab mencerminkan setiap aspek keimanan penting dari kekristenan tradisional — dasar kekristenan itu sendiri nyatanya bertumpu pada pijakan yang goyah! 
Problematika Alkitab
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar